Rabu, 31 Juli 2013

Segera Tayang Di Bioskob " TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK "




'Sinopsis film Tenggelamnya kapal Van Der Wijck'

Salah satu cerita novel roman mega best seller karya Prof. Dr. Buya Hamka yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk” akan segera diangkat ke layar lebar. Setelah kemarin salah satu film yang di angkat ke layar lebar berjudul Loe Gue End (Nadine Alexandra, dan Dimas Beck) kali ini film yang masih dalam tahap awal pra produksi ini tengah digarap oleh Soraya Intercine Films. Hingga berita ini diturunkan, masih belum ada informasi detil mengenai siapa-siapa saja yang akan terlibat, namun website Soraya sudah menampilkan teaser poster untuk film ini di laman mereka. 

Diterbitkan tahun 1939, roman ini mengisahkan persoalan adat yang berlaku di Minangkabau dan persoalan kekayaan yang menghalangi hubungan cinta sepasang kekasih. Berikut ini adalah sinopsis novelnya:

“Sejak berumur 9 bulan, Zainuddin telah ditinggalkan Daeng Habibah ibunya, menyusul kemudian ayahnya yang bernama Pendekar Sutan. Zainuddin tinggal bersama bujangnya, Mak Base, Kira-kira 30 tahun yang lalu, ayahnya punya perkara dengan Datuk Mantari Labih mamaknya, soal warisan. Dalam suatu pertengkaran Datuk Mantari terbunuh. Pendekar Sutan kemudian dibuang ke Cilacap selama 15 tahun. Setelah selesai masa hukumannya, ia dikirim ke Bugis untuk menumpas pemberontakan yang melawan Belanda. Di sanalah Pendekar Sutan bertemu dengan Daeng Habibah. Untuk mencari keluarga ayahnya, Zainuddin pergi ke desa Batipuh di Padang. Di Padang ia tinggal di rumah saudara ayahnya, Made Jamilah. Sebagai seorang pemuda yang datang dari Makasar, ia merasa asing di Padang.

Apalagi tanggapan saudara-saudaranya demikian. Demikian pula ketika ia dapat berkenalan dengan Hajati karena meminjamkan payungnya pada gadis itu. Hubungan antara Zainuddin dan Hajati makin hari tersiar ke seluruh dusun dan Zainuddin tetap dianggap orang asing bagi keluarga Hajati maupun orang-orang di Batipuh. Untuk menjaga nama baik kedua orang muda dan keluarga mereka masing-masing, Zainuddin disuruh meninggalkan Batipuh oleh mamak Hajati. Dengan berat hati Zainuddin meninggalkan Batipuh menuju Padang Panjang. Di tengah jalan Hajati menemuinya dan mengatakan bahwa cintanya hanya untuk Zainuddin.

Karena merasa cukup mempunyai kekayaan warisan dari orang tuanya setelah Mak Base meninggal, Zainuddin mengirim surat lamaran pada Hajati. Temyata surat Zainuddin bersamaan dengan lamaran Aziz. Setelah diminta untuk memilih, Hajati memutuskan memilih Aziz sebagai calon suaminya. Zainuddin kemudian sakit selama dua bulan karena Hajati menolaknya. Atas bantuan dan nasehat Muluk, anak induk semangnya, Zainuddin dapat merubah pikirannya. Bersama Muluk, Zainuddin pergi ke Jakarta.

Cerita ini berkisar tentang semangat juang Zainuddin, bagaimana merana dan melaratnya hidup Zainuddin setelah cintanya ditolak oleh keluarga Hayati. Kemudian beliau bangun semula dari segala kedukaan, membuka lembaran baru dalam hidupnya menjadi seorang penulis yang ternama dan berjaya. Ia menceritakan tentang kesetiaan, cinta dan kasihnya Zainuddin terhadap Hayati. Meski Hayati sudah menikah tetapi sebaik mendapat tahu tentang kesusahan yang dihadapi Hayati, lantaran suaminya yang suka berpoya-poya serta tidak bertanggung-jawab, Zainuddin terus membantu tanpa ada dendam dan benci. Sesungguhnya cinta yang suci itu akan terus mekar di dalam hati hingga ke hujung nyawa begitulah jua cinta antara Zainuddin dan Hayati”.Film ini merupakan film "TITANIC"nya Indonesia



'Syuting Film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Dimulai'




TRIBUNNEWS.COM - Raut muka anak-anak usia remaja terlihat ceria, cewek cowok yang sebagian sudah memakai dandanan ala nonik Belanda zaman dulu bersiap mengikuti syuting perdana filmlayar lebar "Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk".
Siang yang cukup gerah tidak membuat sekitar 235 pemain figuran dan peran pembantu film ini turun semangat. Siang itu mereka berkumpul di Graha Parfi Jalan Tidar, untuk bersama-sama menuju lokasi syuting perdana di Kaliandra Sejati Eco Resort Dusun Gamoh, Desa Dayurejo, Prigen, Pasuruan dengan menumpang dua bus pariwisata.


Mereka sudah menyiapkan segalanya sesuatu seperti kostum dan make up bagi cewek dari rumah masing-masing untuk dibawa ke lokasi syuting. "Ini make up pada setting tahun itu cukup tebal, pada lipstik dan bedak wajah," kata Fanti, seorang pemeran dalam film ini.
Karyawati sebuah perusahaan konsultan pajak ini baru kali ini ikut dalam peran sebuah film layar lebar. Karena itu ia ingin sekali tampil total. "Ini perdana dan existing banget, harus tampil menarik dan total," kata cewek berusia 24 tahun ini.
Dengan memakai longdress warna biru tua, make up tebal dan rambut dibiarkan terurai, cukup membuat dandanan Fanti seperti dandanan ala tahun 1930-an. Pada film yang diangkat dari novel karya Buya Hamka ini Fanti mendapat kesempatan tampil dengan peran sebagai bangsawan Belanda.
Bagi alumnus sastra Inggris Unair ini bisa ikut main dalam filmmerupakan kesempatan yang harus dipergunakan sebaik baiknya. Bahkan Fanti sama sekali tidak berpikir masalah honor. "Harus tampil baik dan total, urusan honor saat ini belum terpikir," kata Fanti yang sudah terbiasa main drama dalam teater di kampusnya.
Begitupun yang dirasakan Rere, 27, bintang iklan dan host sebuah TV Swasta ini ikut main dalam film semi kolosal yang di sutradarai sekaligus produser Sunil Soraya ini
Tidak ada persiapan khusus yang dilakukan, hanya saja Rere berulang ulang mendalami materi yang akan diperankan. "Intinya adalah keluarga bangsawan Belanda," ujarnya.
Bukan hanya pemain pemula yang ikut pada shooting perdana filmini tapi juga beberapa talen yang pernah ikut dalam film sebelumnya yang melibatkan Parfi Jatim, seperti Femmy Prety, Dewi Agustin, Pramudia juga ikut pada film ini. "Saya pernah ikut main dalam filmHantu Iwak Peyek," kata Femmy.
Selain mereka pemain pemula, film ini juga dibintangi oleh artis kawakan antara lain Jajang C Noor, Ninik L Karim, Herjunot Ali dan Pevita Pearce. Wira Lina Ketua DPD Parfi Jatim menambahkan, seluruh talen baik peran figuran maupun pembantu pada film ini adalah dari Wira Sinema.
Sebelumnya, mereka lebih dulu diseleksi melalui casting pada Bulan April lalu. "Saat itu ada sekitar 480 an orang yang mengikuti casting, dan terserap 235 orang untuk mengikuti dan main di film ini," ujarnya.
Pada syuting di Jawa Timur ini scene yang akan dicari adalah suasana pesta para bangsawan. Dengan latar belakang rumah rumah dengan arsitektur kuno. "Film ini mengambil seting pada zaman Belanda sekitar tahun 1930-an," kata Wira.


Film layar lebar "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck" membutuhkan sedikitnya 600 pemain. Sebanyak 100 orang di antaranya adalah berperawakan bule.
Menurutnya, pemain tersebut sebagian akan menjadi penduduk lokal dan orang Belanda. "Makanya kami juga membutuhkan tampang-tampang orang bule," pungkasnya.



'SETTING FILM ‘TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK’ DI KAPAL MEGAH'


Jakarta, C&R Digital - Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck siap diangkat ke layar lebar. Tim produksi film yang diangkat dari novel karya Buya Hamka ini membuat setting khusus sebuah kapal besar yang akan dijadikan lokasi pembuatan film. Ini dilakukan untuk mewujudkan visualisasi novel yang diterbitkan pada 1939 ini.
Ini akan dibuat sangat etnic dan kita buat kapal, benar-benar kita buat. Mungkin akan jadi produksi yang bisa dibilang besar,” ucap Herjunot Ali yang berperan sebagai Zainudin saat ditemui C&R Digital, di Jakarta, Selasa (19/02).
Bahkan proses pembuatan film yang disutradarai oleg Sunil Soraya ini sempat beberapa kali tertunda karena persialan yang belum usai. “Jadi karena persiapan yang sangat luar biasa itu buat ini kepending lagi kependign lagi dan alhamdulillah sekarang semuanya sudah di prepare dengan baik banget. Jadi persiapan lima tahun itu mudah-mudahan akan tereksekusi dengan baik,” harapnya.
Baginya, persiapan yang sangat berbelit-belit ini dilakukan untuk menghormati karya penulis Buya Hamka yang sangat berarti dalam sejarah kesusastraan Indonesia. “Karena kita bawa nama besar Buya Hamka. Dia yang nulis Dibawah Lindungan Ka’bah terus kebetulan saya juga yang main disana,” tuturnya. “Ini juga salah satu representasi kesusastraan Indonesia. Novelnya Buya Hamka, diterbitin tahun 1939 itu gue pengen share disini adalah novel yang belum pernah diangkat."
Film ini akan mulai syuting pada Mei dan akan dirilis pada Desember tahun ini. Film ini diproduksi oleh Soraya Intercine Film.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar